Zona Pertemanan

Ini adalah kisahku.
Tentang Aku yang terus berharap.
Tentang Aku yang terus menetap.
Meski semesta terus menerus membisikkan kalimat, "Sudah, kau kalah. Biarkan kau terlelap."

------

Aku anggap, kamu adalah kejutan yang Tuhan berikan kepadaku. Kamu hadir saat aku sama sekali belum siap untuk merapal kalimat "selamat datang". Dan tak butuh lama, jantungku terguncang. Kamu telah menjadi apa-apa yang tak boleh hilang.

Tapi, sebelum itu, mungkin saja kamu juga akan pergi tiba-tiba saat aku benar-benar membenci kalimat "selamat tinggal". Mungkin saja kamu akan meninggalkan sebelum kamu benar-benar menyatakan.

Aku memang tidak tahu apa yang ada di masa depan. Karena aku sedang benar-benar hidup di masa sekarang. Di mana sedang rajin-rajinnya aku mensyukuri keberadaanmu di hidupku— bukan di hatiku; Di mana senyummu menjadi sarapanku setiap pagi; Di mana tawamu menjadi alasanku untuk tidak rapuh; Dan di mana aku rela bangun tengah malam untuk mengadukan semua tentangmu kepada Sang Pemilikmu.

Ya. Kamu aku perlakukan sebegitu istimewanya. Kuperlakukan bak raja di istana hatiku. Kamu mungkin tak pernah sadar akan itu. Tapi ketahuilah aku sama sekali tak mengharapkan kamu akan melakukan hal yang sama kepadaku. Tidak sama sekali. Sebab aku tahu perihnya siksa pengharapan. Sebab aku tahu kentaranya duka kekecewaan. Aku tahu persis bagaimana rasanya.

"Hanya teman". Kalimat itu aku jadikan tamparan saat dengan kurang ajarnya rasa ingin memilikimu mulai menghantui rongga kepalaku; menguras segala isinya; dan perlahan menjadikanku manusia tak berlogika.

Aku sudah sangat nyaman dengan posisiku saat ini. Bisa melihatmu dari jarak berapapun tanpa kamu curigai. Sadar atau tidak, peduliku mengalir begitu saja ke arahmu. Entah kamu menangkapnya atau tidak, aku selalu ikhlas melakukannya untukmu.

...

Waktu perlahan mengikis hari. Dan tibalah hari dimana aku mengetahui semua tentang semestamu.

Dimana hari itu, telah kutemukan bahwa segalamu bukanlah aku.
Dimana hari itu, telah kusingkap ragamu yang sebetulnya hanya separuh; sebagiannya kau letakkan pada 'dia'mu.

Sekarang aku tahu, hati siapa yang sedang kamu genggam begitu erat.
Sekarang aku tahu, siapa pemilik nama yang selalu kamu rindukan setiap saat.
Dan sekarang aku tahu, aku bukanlah apa-apa di semestamu. Aku... bukanlah apa-apa di hatimu.

Lalu? Kenapa selama ini kau hanya diam saat teman-teman yang lain mengaminkan kalimat " Kalian jodoh..", dan bahkan kamu malah tersenyum. Saat itu, aku benar-benar ingin menamparmu. Aku benar-benar ingin mencabik bibirmu yang tersenyum itu. Kenapa kamu tidak mengelaknya saja jika di hatimu sudah ada si 'dia' yang lebih dulu bertahta? Kenapa kamu harus tersenyum menanggapi doa-doa mereka? Kamu benar-benar kurang ajar. Kamu benar-benar membuatku merapal 'Aamiin' dengan begitu tulus.


Nesi & Naeli

Komentar

Postingan Populer