Strawberry Ice Cream
Ia pergi. Kembali pada rumah yang pernah ia singgahi sepenuh hati. Ia meninggalkan es krim stroberi yang tadi dalam genggamannya. Bukan, seharusnya bukan es krim stroberi yang ia tinggalkan untukku. Harusnya ia meninggalkan hatinya untuk kubawa pulang dan kusimpan baik-baik supaya tidak ada yang mencuri.
Namun, kenyataan menamparku berkali-kali. Ia tetap pergi. Berbalik arah menemui sesosok yang telah melukainya dengan amat dalam dan meninggalkanku yang sedang berusaha mencintainya dari fajar hingga petang.
Punggungnya semakin menjauh. Kenyataan sesungguhnya adalah ia memang tak pernah berjalan mendekat. Aku yang selalu mengejar. Pun saat ini, saat aku berada di titik ingin berhenti mengejar, ia tak peduli. Bahkan langkahnya tak pernah berhenti untuk sekadar menawarkan segelas air untuk meredam letih yang dengan sengaja kutahan-tahan.
Kenyataan menamparku telak lagi dan lagi. Seharusnya, kisah ini tak pernah dimulai. Tentang siapa yang menyapa pertama kali, seharusnya tidak perlu sebegitu inisiatif. Pada akhirnya, tidak ada pengakuan dan kalimat penegasan, kan.
Komentar
Posting Komentar